• Judul : VISI SISTEM PERKERETAAPIAN NASIONAL (Kajian Implementasi UU No 23 Tahun 2007)
• Pengarang : Mohammad Okki Hardian
• Tahun : 2009
• Pendahuluan : Latar belakang dari perumusan dan penetapan UU 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian adalah banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh dunia perkeretaapian di Indonesia. Dalam dokumen kerja yang berjudul “Cetak Biru Pembangunan Transportasi Perkeretaapian”
• Perumusan Masalah : Ditjen Perkeretaapian merumuskan permasalahan perkeretaapian saat ini sebagai berikut:
1. Pelayanan belum memuaskan;
2. Pangsa KA terhadap angkutan penumpang maupun barang masih kecil;
3. Belum terpadu dengan moda lain;
4. Kecepatan rendah sehingga waktu tempuh tinggi;
5. Jumlah KA ekonomi bekurang;
6. Sering terjadi kecelakaan;
7. Jumlah armada terbatas;
8. PT. KA sebagai operator tunggal.
• Tujuan Penelitian : Sebelum dilakukannya pekerjaan-pekerjaan di atas, Ditjen KA merasakan perlunya ada pemahaman mengenai tujuan penerapan UU No 23 Tahun 2007. Tanpa adanya kesepahaman dari semua pihak mengenai tujuan pembangunan perkeretaapian nasional, semua kegiatan tidak akan berjalan dengan lancar. Maka dari itu diperlukan suatu perumusan secara ilmiah mengenai visi sistem perkeretaapian nasional; yaitu jawaban atas pertanyaan: “Akan dibawa ke mana perkeretaapian Indonesia?”. Pokok-pokok yang berubah dari UU lama ke UU yang baru, itulah visi atau tujuan yang ingin dicapai dalam sistem perkeretaapian nasional.
• Metode Penelitian : Pembahasan yang dituturkan dalam tulisan ini merupakan hasil pengkajian terhadap dua undang-undang, yaitu:
A. Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian; dan
B. Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
Kedua undang-undang tersebut dikaji pasal-per-pasal secara menyeluruh dari sisi redaksi maupun makna, menggunakan pendekatan hukum dan pendekatan teknis. Dari hasil pengkajian tersebut dapat dirumuskan apa yang disebut sebagai Visi Sistem Perkeretaapian Nasional.
• Pembahasan : UU No 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian memiliki 12 bab dan 46 pasal, sementara UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian memiliki 18 bab dan 214 pasal. Tambahan 6 bab dan 168 ayat tersebut menimbulkan perubahan yang sangat signifikan terhadap tatanan sistem perkeretaapian nasional.
Perubahan-perubahan mendasar yang menjadi roh dari diadakannya transisi dari UU 13/1992 ke UU 23/2007 adalah:
1. Diperkenalkannya asas kemandirian, asas transparansi, asas akuntabilitas, dan asas berkelanjutan sebagai dasar penyelenggaraan sistem perkeretaapian nasional.
2. Perubahan tujuan penyelenggaraan perkeretaapian nasional. UU 23/2007 menyatakan bahwa ”Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien ....” dan seterusnya hingga akhir pasal (Pasal 3 UU 23/2007).
3. Diperluasnya definisi perkeretaapian khusus. UU 13 tahun 1992 membatasi perkeretaapian khusus di bidang industri, pertanian, pertambangan, dan kepariwisataan; sementara UU 23/2007 tidak mencantumkan bidang tertentu yang diperbolehkan untuk menyelenggarakan perkeretaapian khusus.
4. Dilibatkannya Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota dalam perencanaan, perancangan, pembinaan dan pengawasan, maupun pelaksanaan Sistem Perkeretaapian Nasional.
5. Pemisahan antara penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian.
6. Pemindahan tugas penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian dari Pemerintah yang diwakili Badan Penyelenggara ke Badan Usaha.
7. Penekanan pada standarisasi pelayanan dan operasi, baik dari sisi sarana, prasarana maupun sumber daya manusia. Standar tersebut menuntut adanya pembuktian berupa pengujian, pemeriksaan dan sertifikasi.
8. Diperkenalkannya regulasi mengenai angkutan multimoda.
9. Pelimpahan wewenang penetapan tarif perkeretaapian pada Badan Usaha penyelenggara, kecuali KA ekonomi dan perintis. Pemerintah hanya menetapkan pedoman penetapan tarif.
10. Diakuinya peran serta masyarakat dalam Siskanas.
• Penutup : Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan ini adalah bahwa inti dari perubahan perundangan perkeretaapian Indonesia dari UU 13/1992 ke UU 23/2007 adalah mengamanatkan liberalisasi pasar perkeretaapian. Tujuannya adalah demi meningkatkan pelayanan dan profesionalisme, serta menunjang pembangunan nasional dan pembangunan daerah secara umum.
Dapat disimpulkan pula bahwa visi yang ingin diwujudkan melalui ditetapkannya UU No 23 Tahun 2007 adalah suatu sistem perkeretaapian nasional yang multi operator; mendukung otonomi daerah; profesional dan terjamin mutu pelayanan; serta mendukung pengembangan teknologi dan SDM dalam negeri. Tujuan yang mulia tersebut tidak akan mungkin tercapai tanpa suatu kondisi prasyarat, yaitu kesiapan dan kesepahaman dari semua pihak terkait akan suatu tujuan bersama.